Wednesday, March 19, 2014

Lupa

Sapuan mata terhenti pada garis tertentu.
Memilih pura-pura buta supaya lupa, memilih pura-pura lupa untuk meringankan luka.
Semua masih langkah pura-pura. Hanya perkara waktu nanti yang menjadikannya nyata.
Seperti anak kecil yang merengek dan menangis hingga tertidur, ia esok akan lupa meminta boneka atau permen.

Seperti itulah,
Semoga esok aku lupa, pernah meminta kamu.
Dan aku kembali berjalan bukan dengan langkah pura-pura.
Jika aku mau,
Tuhan dan alam akan berkonspirasi membuatku lupa.
Itu jika aku mau dan berhenti melawan lupa
dengan terus mengingatmu.
Sekarang setiap mimpi yang terajut,
merupakan rentang selangkah menjauh
dan lalu mendekat pada hutan asa baru.
Hingga aku tergiring dan tersesat lagi dalam belukar senyum,
yang tumbuh di kepalaku.

Serajut mimpi. Selangkah menjauhi lalu. Sehasta mendekati baru.


-Sadgenic-

Mungkin Aku Terlalu Banyak Minum Kopi

Mungkin aku terlalu banyak minum kopi.
Jadi tentu saja ini bukan rindu yang mengganggu tidurku.
Mungkin aku terlalu banyak minum kopi.
Jadi biarkan saja mataku bekerja sesukanya, menatap apapun yang ia suka, selain kamu.
Dia bosan memenjarakanmu di situ.

Mungkin aku terlalu banyak minum kopi.
Jadi aku belum mau memasuki mimpi
dan bertemu kamu lagi di situ.

Mungkin aku terlalu banyak minum kopi.
Tapi aku masih ingin menambah lagi.

Kuambil teko,
Tapi bukannya kopi itu hitam?
Kulirik ke dalamnya.
Aku heran. Tak ada ampas.
Ini bukan kopi, lalu apa?
Kemudian ada yang pindah.
Dari mata ke cangkir.
Terjun bebas karena gravitasi.
Memenuhi seperempatnya.
Kuseduh dengan air di teko,
dan kuaduk lagi,
dan kuminum lagi.

Yang kusesap ini sepi,
atau air mata sendiri?

Ah, mungkin aku terlalu banyak minum kopi.


-Sadgenic-